BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Metodologi
penelitian adalah
sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu
disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara
atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk
meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis
dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat
penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong
penelitian untuk melakukan penelitian.
Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda,
diantaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi dan
tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian
merupakan refleksi dari keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui
sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk melakukan
penelitian.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud manusia sebagai subjek dalam metode penelitian?
2. Apa
yang dimaksud institusi publik?
3. Apa
yang dimaksud kompleksitas dari masalah penelitian?
4. Apa
saja kesulitan masalah dalam penelitian?
C.
Tujuan
penulisan
1. Untuk
mengetahui manusia sebagai subjek dalam metode penelitian
2. Untuk
mengetahui institusi publik
3. Untuk
mengetahui kompleksitas dari masalah penelitian
4. Untuk
mengetahui masalah dalam penelitan
D.
Metode
Penulisan
Metode
penulisan yang dipakai dalam pembuatan makalah ini adalah metode study pustaka
yaitu penulis berusaha menelaah buku-buku yang sudah ada kaitannya dengan
masalah yang akan dibahas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Manusia
Sebagai Subjek (Human Subject)
Manusia
sebagai subjek berarti manusia sebagai sarana atau perantara untuk penelitian.
Peneliti sebagai instrumen
penelitian, dalam hal ini instrumen penelitian yang menjadi pondasi
adalah peneliti itu sendiri, karena desain data yang dikumpulkan, dan fokus
penelitian bisa berubah sesuai dengan kondisi alamiah, sehingga peneliti dapat
melakukan penyesuaian sejalan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi
dilapangan karena peneliti sebagai instrumen penelitian, ia bukan benda mati seperti
angka, skala, tes, dan sebagainya, tetapi ia dapat berhubungan dengan subjek
penelitian dan mampu memahami keterkaitannya dengan kenyataan di lapangan
sehingga dapat mengantisipasi dan mengganti strategi apabila kehadirannya akan
mengganggu fenomena yang terjadi.
Penelitian atau Research berasal dari kata ‘re’ yang berarti kembali dan ’search’
yang berarti menyelidiki. Penelitian ditujukan untuk memperluas dan menggali
lebih dalam apa yang telah diperoleh, baik dengan penelitian sebelumnya atau
teori yang mendasarinya. Penelitian dilaporkan dalam bentuk yang logis,
mengandung penjelasan masalah, pelaksanaan dan kesimpulan, dan termonologi yang
dibatasi dengan jelas.
Dalam
metodologi penelitian ada yang disebut dengan penelitian empiris yaitu
penelitian yang melibatkan data, dimana data tersebut ada dua jenis, yaitu:
1. Data yang Berbentuk Angka (Kuantitatif)
Paradigma Penelitian
Kuantitatif Merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan
filsafat yang menolak unsur metafisik dan feologik dari realitas sosial. Secara
epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma bahwa
sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan
lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap panca indra. Pengetahuan itu, bersumber
dari fakta yang diperoleh melalui panca indera, maka ilmu pengetahuan harus
didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi.
Paradigma kuantitatif
berpandangan bahwa sumber ilmu terdiri dari dua, yaitu : pemikiran rasional
data empiris yang ukuran kebenaran terletak pada koherensi, yaitu sesuai dengan
teori-teori terdahulu dan korenpondensi, yaitu sesuai dengan kenyataan empiris.
Penelitian kuantitaif
dikembangkan oleh penganut pasitivisme yang dipelopori oleh Auguste Conte yang
berpendapat bahwa untuk memacu pekembangan ilmu-ilmu sosial, maka metode-metode
IPA harus diadopsi kedalam riset-riset ilmu sosial. Karenanya dalam penelitian
kuantitatif pengukuran terhadap gejala yang diamati menjadi penting sehingga
pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan
berstruktur (angket) yang disusun berdasarkan pengukuran terhadap variable yang
diteliti yang kemudian menghasilkan data kuantitatif.
2. Data yang Tidak Berbentuk
Angka (Kualitatif)
Paradigma
penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik yang menempatkan
manusia sebagai subjek utama dalam peristiwa sosial/budaya.
Penelitian
Kualitatif dibangun berlandaskan paradigma fenomenologis dari Edmund Hussert
(1859-1926). Pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan
sistematis untuk menemukan teori bukan untuk menguji teori atau hipotesis dalam
penelitian kualitatif “proses” penelitian merupakan suatu yang lebih penting
dibanding dengan hasil yang diperoleh.
Istilah
penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, misalnya
dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat dan prilaku seseorang,
peranan organisasi serta pergerakan sosial.
Penelitian
kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu dibalik
fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Penelitian kualitatif bertolak dari
paradigma alamiah, artinya penelitian ini mengasumsikan bahwa realitas empiris
terjadi dalam suatu konteks sosial-kultural saling terkait satu sama lain.
Peneliti berusaha menggambarkan fenomena sosial holistik tanpa perlakuan
manipulatif. Keaslian dan kepastian merupakan faktor yang sangat ditekankan.
B.
Institusi
Publik (Public Institution)
Layanan
publik, merupakan hak masyarakat yang pada dasarnya mengandung prinsip:
kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung-jawab,
kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan,
keramahan, dan kenyamanan. Tangkilisan, (2005 : 224) menyebutkan bahwa
birokrasi publik tidak berorientasi langsung pada tujuan akumulasi keuntungan,
namun memberikan layanan publik dan menjadi katalisator dalam penyelenggaraan
pembangunan maupun penyelenggaraan tugas negara.
Orientasi
pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dimanfaatkan
untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Responsivitas
sebagai salah satu indikator pelayanan berkaitan dengan daya tanggap aparatur
terhadap kebutuhan masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana diatur di
dalam aturan perundangan.
Sementara itu, Siagian (2000) dalam pembahasannya
mengenai Teori Pengembangan Organisasi mengindikasikan bahwa responsivitas
menyangkut kemampuan aparatur dalam menghadapi dan mengantisipasi aspirasi
baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan pengetahuan baru. Birokrasi harus
merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.
Dalam
Keputusan Menpan No. 63/Kep./M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Layanan Publik, disebutkan bahwa layanan publik oleh pemerintah dibedakan
menjadi tiga kelompok layanan administratif, yaitu : Pertama, kelompok layanan
yang menghasilkan bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik; Kedua,
kelompok layanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan
oleh publik; Ketiga, kelompok layanan yang menghasilkan berbagai jasa yang
dibutuhkan oleh publik. Layanan publik dalam hal ini dipahami sebagai segala
kegiatan yang dilaksanakan oleh institusi pendidikan dalam rangka pencerdasan
masyarakat sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal
ini, paling tidak terdapat tiga pelaku yaitu : pembuat kebijakan,
penyedia/pelaksana layanan publik, dan penerima layanan.
Pandangan
yang sejalan, dikemukakan oleh Susanto (2005), dalam tulisannya tentang
Manajemen Layanan Publik, bahwa layanan publik yang biasanya menempel di tubuh
lembaga pemerintah dinilai kurang dapat memenuhi tugasnya sesuai dengan harapan
khalayak, sebagai 'konsumen' mereka. Salah satu yang dianggap sebagai biang
keladinya adalah bentuk organisasi birokrasi, sehingga birokrasi selalu
mendapat pengertian yang negatif. Selain itu, penyedia layanan masih belum
patuh kepada ketentuan baku yang dibuatnya sendiri dalam menjalankan tugasnya.
Penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan acapkali tanpa adanya
konsekuensi pengenaan sanksi.
Terjadinya berbagai penyimpangan dalam
pemberian layanan publik dapat disebabkan oleh: Pertama, para birokrat yang
bertanggungjawab pada penyelenggaraan layanan publik masih terpaku pada
paradigma lama dengan semangat pangreh praja yang masih melekat: Kedua,
peraturan atau ketentuan yang berlaku mengandung banyak lubang (loopholes) atau
kelemahan yang mendorong terjadinya penyimpangan: Ketiga, pengguna jasa layanan
publik juga sering memanfaatkan kelemahan peraturan dan ingin menempuh jalan
pintas: Keempat, pengguna jasa masih berada pada posisi yang lemah.
Kumorotomo (2005 : 7)
Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan mengapa selama ini
banyak kebijakan, program, dan pelayanan publik kurang responsif terhadap
aspirasi masyarakat. Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi
kepada kekuasaan dan bukannya kepada kepentingan publik. Birokrat menempatkan
dirinya sebagai penguasa. Budaya paternalistik seringkali juga mengakibatkan
turunnya kualitas pelayanan publik. Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar
antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan dengan yang dikehendaki oleh
rakyat.
C.
Kompleksitas
dari Masalah Penelitian (Complexity Of
Research Problem)
Kompleksitas berarti
ketidak sempurnaan. Artinya ketidak sempurnaan ini mengakibatkan hilangnya
sebagai informasi dalam kesimpulan penelitian.
Riset adalah proses mengumpulkan, menganalisis, dan menerjemahkan informasi
atau data secara sistematis untuk menambah pemahaman terhadap suatu fenomena
tertentu yang menarik perhatian. Bermula dari rasa ketertarikan tersebut, maka peneliti
biasanya memiliki rasa penasaran untuk mengetahui sesuatu lebih jauh bahkan
mengungkap hal baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Disinilah, letak
kenikmatan dan kemudahan dalam melakukan penelitian bisa dirasakan.
Penelitian dapat pula didefinisikan
sebagai suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan dan usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah. Jadi, riset
bukanlah sekedar pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber, tapi
intinya terletak pada bagaimana kekuatan peneliti dalam menganalisa hasil
penelitian dan memanfaatkan hasil penelitian tersebut setelah melalui
serangkaian metodologi ilmiah yang telah ditetapkan dan bisa dipertanggung
jawabkan.
Setelah mengetahui mengenai definisinya, agar lebih terarah maka seorang
peneliti harus mengetahui alasan mengapa melakukan penelitian. Diantaranya
adalah menemukan, mengembangkan dan menguji ilmu pengetahuan serta teknologi
untuk menemukan suatu kebenaran yang bisa dipercaya dan bermanfaat bagi
khalayak umum. Bagaimanapun juga ilmu pengetahuan adalah hasil buatan manusia
yang tidak mutlak kebenarannya sehingga masih bisa dipatahkan kapanpun dan oleh
siapa saja, melalui hasil penelitian yang logis, empiris, rasional, dan argumen
yang meyakinkan.
Agar lebih mudah dipahami, ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam
melakukan riset, yaitu:
a.
Teori,
dibutuhkan sebagai pegangan pokok (kerangka pikir) secara umum.
b.
Hipotesa,
dibutuhkan sebagai sarana untuk menjelaskan permasalahan yang sedang
dicarikan pemecahannya.
c.
Variabel,
dijelaskan sebagai ciri atau aspek dari fakta sosial yang dapat dibuat
bervariasi.
d.
Konsep,
suatu makna yang berada di alam pikiran manusia yang dinyatakan kembali dengan
sarana lambang perkataan atau kata-kata.
e.
Proposisi,
suatu pertanyaan realitas yang tidak hanya menyatakan perihal satu realitas
konseptual, tetapi menghubungkan dua atau lebih konsep.
f.
Definisi operasional, pendefinisian konsep secara eksplisit
disertai penegasan adanya suatu rujukan empiris.
Selain tipe riset di atas, riset juga dapat diklasifikasikan menurut
bidangnya, contoh: riset ekonomi;
menurut tempatnya, seperti riset
kepustakaan; menurut pemakaiannya, yaitu basic research adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada
perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Hasil dari
pengetahuan murni ini berupa pengetahuan umum dan pengertian tentang alam serta
hukum-hukumnya dan applied research, yaitu penyelidikian yang hati-hati,
sistematis dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk
digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu; menurut tarafnya, yakni research deskriptif, dimana pada
taraf ini orang hanya semata-mata melukiskan keadaan objek, atau peristiwa
tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara
umum.
Kesulitan lain yang sering dialami peneliti adalah
penentuan topik suatu riset. Ada beberapa tips mengenai cara mudah menemukan
topik permasalahan yang tepat dan menarik tentunya:
1. Mengeksplorasi domain atau area topik dan belajar dari
artikel atau karya ilmiah yang berhubungan
2. memahami dan
memetakan agar topik yang dipilih nantinya memenuhi unsur orisinalitas dan
tidak menjenuhkan (topik sudah sering dipakai). Lebih disarankan meneliti
sesuatu yang telah diketahui atau memiliki latar belakang pengetahuan yang
solid di bidang tersebut.
3. Berpikir sesuatu itu mudah, maka segalanya akan menjadi
lebih mudah, begitu pula dengan riset.
D.
Kesalahan
Metodologis (Methodological Difficulties)
1.
Kesalahan
Perencanaan
Kesalahan
perencanaan terjadi terutama di sebabkan oleh adanya ketidak jelasan perumusan
masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah, menyebabkan keasalahan dalam
menentukan tujuan penelitian. Secara metodologis, fomulasi masalah dalam
penelitian harus ada, karena pada dasarnya peneliti yang di lakukan adalah
menjawab masalah tersebut. Jika formulasi masalah tidak jelas, maka tujuan
penelitian menjadi tidak terarah. Tidak jelasnya desain peneliti yang digunakan, karena suatu peneliti yang
baik haruslah menggunakan desain-desain yang sudah baku. Dalam pendekatan
kuantitatif, maka desain yang digunakan harus dirancang sematang mungkin.
Sebaliknya dalam pendekatan kualitatif desain digunakan sebagai asumsi untuk
melakukan penelitian dan desain bersifat fleksibel serta dapat berubah-ubah
sesuai dengan kondisi yang di temui di lapangan.
2.
Kesalahan
Cara Pengumpulan Data (Collection Error)
Kesalahan
cara mengumpulkan data dapat terjadi diakibatkan adanya kecerobohan peneliti
pada tahap perencanaan penelitian.
3.
Kesalahan
Analisa (Analytical Error)
Salah
satu sebab utama terjadinya kesalahan analisa adalah karena peneliti salah
dalam menggunakan tekhnik analisa. Tekhnik analisa dalam penelitian yaitu
dengan menggunakan pendekat kualitatif dan pndekatan kuantitatif.
4.
Kesalahan
Pelaporan (Reporting Error)
Kesalahan
pelaporan terjadi disebabkan peneliti salah dalam melakukan interpretasi dalam
melakukan penelitiannya.
BAB
III
KESIMPULAN
Manusia sebagai
subjek berarti manusia sebagai sarana atau perantara untuk penelitian. Peneliti sebagai instrumen penelitian,
dalam hal ini instrumen penelitian yang menjadi pondasi adalah peneliti itu
sendiri, karena desain data yang dikumpulkan, dan fokus penelitian bisa berubah
sesuai dengan kondisi alamiah, sehingga peneliti dapat melakukan penyesuaian
sejalan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi dilapangan karena peneliti
sebagai instrumen penelitian.
Layanan publik,
merupakan hak masyarakat yang pada dasarnya mengandung prinsip: kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung-jawab, kelengkapan
sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan, keramahan, dan
kenyamanan.
Kompleksitas berarti
ketidak sempurnaan. Artinya ketidak sempurnaan ini mengakibatkan hilangnya
sebagai informasi dalam kesimpulan penelitian.
Kesalahan-kesalahan
dalam metodologis penelitian diantaranya:
1. Kesalahan
Perencanaan
2. Kesalahan
Cara Pengumpulan Data (Collection Error)
3. Kesalahan
Analisa (Analytical Error)
4. Kesalahan
Pelaporan (Reporting Error)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar