BAB 2
KARAKTER LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Hakikat Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan islam ialah terdiri dari beberapa suku kata yang sehingga bisa menjadi suatu pengertian yang sempurna, yakni terdiri dari kata Lembaga, Pendidikan dan Islam. Untuk itu sebelum pada pengertian dari keseluruhan, akan di uraikan dulu dari pengertian per kata. Petama pengertian Lembaga yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : sebagai wadah atau organisasi yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Kedua pengertian Pendidikan yang sebagian ilmuan ada yang berpendapat bahwa pendidikan itu adalah : bahwa pendidikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dan tanggung jawab kepada masyarakat selaku hamba Allah (M. Arifin).
Dari pengertian itu mengisyaratkan bahwa pendidikan islam ialah bersumber pada pendidikan yang diberikan oleh Allah sebagai pendidikan seluruh siptaan-Nya, yang termasuk didalamnya adalah manusia. Pendidikan islam juga sebagai proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar. Adapun proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat (As-Syaibany).
Dari pecahan pengertian diatas maka munculah suatu pendapat yang menerangkan atau mendepinisikan tentang Lembaga Pendidikan Islam, Yakni ; suatu pendidikan atau layanan kelompok pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan yang didalamnya berlangsung proses pendidikan, pembelajaran dan latihan intelektual mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah SWT.
Dalam pegamatan Hanna Djumhara Basstaman, salah seorang cendikiawan muslim dibidang Pikologi Kepribadian dan Psikodiagnostik, Islamisasi pengetahuan setidaknya memiliki beberapa bentuk mulai dari yang paling superfisial hingga mendasar, yang menurutnya diistilahkan sebagai berikut :
1) Similarisasi, yaitu menyamakan begitu saja konsep-konsep sains dengan konsep-konsep agama, padahal belum tentu sama.
2) Paralelisasi, yaitu menganggap paralel antara konsep yang berasal dari Al-Qur’an dengan konsep yang berasal dari sains karena kemiripan konotasinya, tanpa menyamakan keduanya.
3) Komplementasi, yaitu antara sains dan agama saling mengisi dan saling memperkuat antara satu sama lain, tetapi tetap dapat mempertahankan eksistensi masing-masing.
4) Komparasi, yaitu membandingkan konsep/teori sains dengan konsep/wawasan agama mengenai gejala-gejala yang sama.
5) Induktifikasi, yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmiah yang didukung oleh temuan-temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritik/abstak kearah pemikiran metafisik/gaib, kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip agama menngenai hal itu.
6) Verifikasi, yaitu mengungkapkan hasil temuan-temuan ilmiah yang menunjang dan membuktikan kebenaran-kebenaran Al-Qur’an.
B. Dasar Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
1. Landasan / Dasar Ideal
a) Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok penyelenggaraan pendidikan Islam dapat difahami dari ayat Al-Qur’an itu sendiri, diantaranya ialah pada Q.S. An-Nahl : 64 Artinya : ”Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
b) Sunnah (Hadits)
Konsepsi dasar pendidikan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Menurut Ramayulius (2004:56) adalah sebagai berikut :
(1) Disampaikan sebagai rahmatan lil’alamin (Q.S. Al-Anbiya : 107).
(2) Apa yang disampaikannya merupakan kebenaran mutlak (Q.S. Al-Hijr : 9).
(3) Kehadiran Nabi sebagai evaluator atas segala aktivitas pendidikan (Q.S. As-Syura : 48).
(4) Prilaku Nabi Saw. Sebagai suri tauladan (uswah hasanah) bagi ummatnya (Q.S. Al-Ahzab : 21).
c) Perkataan, Perbuatan dan Sikap Para Shahabat
Dari perkataan, perbuatan dan sikap para shahabat dalam pendidikan Islam setidaknya terlihat pada :
(1) Sikap Abu Bakar As-Shidiq yang selalu siap untuk dikoreksi, ditegur dan dikritik apabila perkataan dan perbuatannya keliru.
(2) Umar bin Khotob adalah sosok shahabat yang jujur, adil, cakap berjiwa demokratis yang dapat dijadikan panutan masyarakat.
Menurut Fazlur Rahman, para shahabat Nabi memiliki karakteristik yang berbeda dari kebanyakan orang. Karakteristik yang berbeda itu diantaranya adalah :
(1) Sunnah yang dilakukan para shahabat tidak terpisah dari sunnah Nabi.
(2) Kandungan yang khusus dan aktual sunnah shahabat sebagian besar produk sendiri.
(3) Praktek ibadah shahabat identik dengan ijma’
d) Ijtihad
Ijtihad dipandang perlu untuk dilakukan dan dijadikan sebagai sumber atau landasan penyelenggaraan pendidikan Islam karena memang kompleksitas permasalahan yang terjadi pada saat ini memerlukan tindakan atau pemikiran mendalam dari para tokoh Islam atau para alim ulama yang berkompeten didalamnya untuk menyelesaikan sebuah perkara dalam perkembangan sistem pendidikan Islam
2. Landasan Konstitusional
Yang menjadi landasan konstitusional lembaga pendidikan Islam di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
C. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
1. Prinsip yang Berangkat dari Hakikat Manusia Menurut Islam
Pendidikan Islam beridiri diatas prinsip yang memandang manusia memiliki tiga hakikat, yaitu : 1) fitrah, 2) kesatuan ruh dan jasad, dan 3) kebebasan berkehendak.
a) Fitrah manusia; kebutuhan manusia tehadap tuhannya adalah sebuah fitrah yang akan tetap tertanam pada diri manusia meskipun manusia telah mengalami berbagai kemajuan diberbagai bidang, terutama dibidang tekhnologi. Pandangan manusia berawal dari tahap mistis, tahap ontologis dan tahap fungsional. Jadi, meskipun dunia sudah modern dan ada kecenderungan manusia untuk meninggalkan tuhannya, namun ternyata dalam dunia modern masih banyak yang lebih menyadari tentang eksistensi Tuhan dalam dirinya, hal ini didasari pada betatapun hebat manusia ia masih memiliki keterbatasan.
b) Manusia tersusun dari dua unsur, yaitu ruh dan jasad. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt dalam Q. S. Al-Hijr : 29 yang berbunyi : Artinya : ”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
c) Kebebasan dalam berkehendak. Kebebasan merupakan salahsatu karakter manusia yang diberikan oleh Allah, karena Allah telah menganugerahkan akal dan fikiran kepada manusia untuk berfikir dan agagam tidak memberikan batasan berkehendak pada manusia termasuk dalam hal memilih agama. Manusia hanya diberikan potensi untuk menentukan keinginannya dan memilih apa yang disukainya. Namun dalam Islam kebebasan ini harus senantiasa dilandasi dengan tanggungjawab, tidak menghalangi bahkan mengganggu kebebasan orang lain serta tidak melanggar norma dan aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial.
2. Prinsip Integral dan Terpadu
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan atau pengkota-kotakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, karena dalam pendidikan Islam semua ilmu bersumber dari Allah dan berlandaskan atas hukum Allah dan harus dijadikan dasar dalam prsoses pelaksanaan sistem pendidikan Islam. Adapun jika terjadi perbedaan dan pertentangan dalam pengembangan ilmu penngetahuan yang selanjutnya akan menimbulkan perbendaan pendapat hal itu dimungkinkan karena : (a) penyelidikan ilmiah yaang belum sampai kepada kebenaran ilmiah yang objektif, atau (b) kita keliru memahami ayat yang menyangkut objek penelitian Implikasinya adalah bawahwa dalam pendidikan Islam tidak ada dikotomi pendidikan yaitu antara pendidikan agama dengan pendidikan umum, atau ilmu-ilmu agam dan ilmu-ilmu umum.
3. Prinsip Keseimbangan (Tawazun)
Pandangan Islam menyeluruh dan menyentuh berbagai aspek kehidupan mewujudkan keseimbangan. Ada beberapa prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam, yaitu :
a) Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi
b) Keseimbangan antara badan dan ruh, dan
c) Keseimbangan antara individu dan masyarakat.
Implikasi dalam dunia pendidikan adalah bahwa dalam pembentukan kepribadian yang harmonis sebagai akhir dari tujuan pendidikan Islam prinsip Islam haruslah diperhatikan. Seseorang memiliki sifat yang harmonis apabila memiliki aspek-aspek pekerjaan yang seimbang.
4. Prinsip Universal
Prinsip universal dalam pendidikan Islam yang dimaksud adalah sebuah pandangan menyeluruh terhadap agama, manusia, masyarakat dan kehidupan. Agama Islam yang menjadi dasar dalam pendidikan Islam itu bersifat universal, baik dalam pendangan dan tafsirannya terhadap wujud. Alam jagat, maupun pandagannya terhadap kehidupan. Berdasarkan prinsip ini menurut As-Syaibani pendidikan Islam haruslah menyentuh dan memandang manusia sebagai pribadi yang menyeluruh yang merupakan unsur jasamani, ruh, dan akal sehingga dapat diformulasikan secara seimbang untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Impilkasinya dalam pendidikan adalah bahwa pendidikan Islam haruslah meliputri seluruh dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh hanya memberi penekanan kepada salahsatu aspek saja dan meninggalkan aspek yang lainnya sehingga mampu melahirkan sistem ”one for all system”.
5. Prinsip Dinamis
Prinsip ini menekankan pada dinamika pendidikan khususnya terkeit tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, kurikulum pendidikan dan metode-metode pembelajarannya. Begitu juga ia memberi respon terhadap kepentingan individu, masyarakat dan syari’at Islam.
Implikasinya dalam pendidikan Islam adalah dengan membentuk suatu sistem kelembagaan kependidikan yang berjenjang dari tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi, yang menggambarkan model dari proses perkembangan manusia setingkat demi setingkat ke arah yang lebih tinggi kemampuan perkembangannya.
D. Tujuan Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
1. Tujuan Tertinggi/Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku untuk umum dan berlandaskan pada aspek filosofis. Tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam diantaranya adalah :
a) Menjadi hamba Allah (Q. S. Adz-Dzariyat : 56).
b) Mengantarkan subjek didik menjadi khalifah fil ardh (pemimpin da pemelihara di muka bumi) (Q.S. Al-Baqarah:20).
c) Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Q. S. Al-Qashash :77).
2. Tujuan Umum
Tujuan umum bersifat empirik dan realistik. Tercapainya self realization yang utuh merupakan tujuan umum pendidikan Islam yang proses pencapaiannya melalui berbagai lingkungan atau lembaga pendidikan. Baik pendidikan keluarga, sekolah atau masyarakat secara formal, informal dan non formal. Dalam proses penapaian tujuan umum ”reliasasi diri” adalah becoming selama hayat dikandung badan proses pencapaiannya terus berlangsung, dari sinilah kita mengenal bahwa dalam proses pendidikan dikenal dengan long life education.
3. Tujuan Khusus
Tujuan khusus ialah penngkhususan atau opersionalisasi tujuan terakhir/ tertinggi dan tujuan umum (pendidikan Islam). Pengkhususan tujuan tersebut didasarkan pada :
a) Kultur dan cita-cita suku bangsa
b) Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik
c) Tuntutan situasi, kondisi dan kurun waktu tertentu
d) Kompetensi dasar yang diharapkan tercapai oleh subjek didik.
4. Tujuan Sementara
Tujuan sementara pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat ialah merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Yang menjadi tujuan sementara dalam pendidikan Islam terutama dalam pembentukan insan kamil ialah bagaimana subjek didik mampu menampilkan sikap ketaqwaannya terhadap manusia.
E. Kurikulum Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan Islam
Dewey menyatakan bahwa skema kurikulum harus mengambil kira penyesuaian pembelajaran dengan keperluan sebuah komuniti, ia harus membuat pilihan dengan niat meningkatkan kehidupan yang dilalui supaya masa depan akan menjadi lebih baik dari masa lampau. Di sini, elemen rekonstruksionism social dapat dikesan dengan melihat kea rah mana keperluan masyarakat diletakkan sebagai objektif utama, tanpa menafikan kepentingan individu.
Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Kurikulum mempunyai aspek utama yang menjadi cirri-cirinya sebagaimana yang diungkapkan Hasan Langgulung, yaitu ;
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu;
1. Pengetahuan ilmu-ilmu data, aktifitas dan pengalaman dari mana membentuk kurikulum itu;
2. Metode atau cara mengajar yang diikuti murid itu untuk mendorong kearah tujuan yang telah dirancang; dan
3. Metode itu harus dapat mengukur hasil dari proses pendidikan itu.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya memerlukan proses yang berkesinambungan serta melaui tahapan-tahapan yang tidak mudah dan setiap tahapnya harus menuju ke sasaran yang sama yaitu pengabdian secara totalitas kepada Allah Swt.
1. Konsep Kurikulum Pendidikan
Perkataan kurikulum berasal dari perkataan Latin yang merujuk kepada ‘laluan dalam sesuatu pertandingan. Berdasarkan kepada konsep tersebut, perkataan kurikulum adalah berkait rapat dengan perkataaan ‘laluan atau laluan-laluan’. Sehingga awal abad ke 20, kurikulum merujuk kepada kandungan dan bahan pembelajaran yang berkembang yaitu ‘apa itu persekolahan’.
Dari segi fungsinya kurikulum dapat diartikan sebagai :
a) Kurikulum sebagai program studi
b) Kurikulum sebagai konten
c) Kurikulum sebagai kegiatan terencana
d) Kurikulum sebagai hasil belajar
e) Kurikulum sebagai reproduksi cultural
f) Kurikulum sebagai pengalaman belajar
g) Kurikulum sebagai produksi
Hasan Langgulung memandang terdapat empat komponen utama dalam kurikulum yaitu :
a) Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu.
b) Pengetahuan (knowledge), informasi, data-data aktivitas dan pengalaman darimana bentuk kurikullum itu.
c) Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid.
d) Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum.
2. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Dasar-dasar kurikulum terdapat dua pendapat yang berbeda. Pertama pendapat Herman H. horne yang menyatakan bahwa dasar-dasar kurikulum itu terdiri dari tiga macam, yakni ;
a) Dasar psikologis; untuk mengetahui dan memenuhi kemampuan setiap kebutuhan subjek didik.
b) Dasar sosiologis; yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat.
c) Dasar filosofis; yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup.
Sedangkan dalam persoalan ini al-Syaibani berpandapat bahwa yang menjadi dasar kurikulum itu terdapat empat dasar, yaitu ;
a) Dasar agama; segala sistem dalam pelaksanaan pendidikan senantiasa bersandarkan pada pedoman agama.
b) Dasar falsafah; dijadikan sebagai pedoman dan pandangan hidup sebuah lembaga terhadap kurikulum terebut dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
c) Dasar psikologis; memberikan landasan bahwa dalam penyusunan dan pelaksanaan senatiasa difokuskan pada perkembanngan dan tugas setiap individu peserta didik.
d) Dasar social; menggambarkan bahwa kurikulum pendidikan Islam mengandung dan bersinggungan dengan kebudayaan masyarakat sekitar dan meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.
3. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
As-Syaibani berpandapat tentang prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan islam, yaitu ;
a) Berorientasi pada agama islam termasuk nilai-nilai dan ajarannya,
b) Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandunga kurikulum,
c) Prinsip keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan kurikulum,
d) Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan siswa atau masyarakat,
e) Prinsip pemeliharaan perbedaan individual,
f) Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pada saat itu, dan
g) Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman, aktivitas yang terkandung didalam kurikulum.
Sedangkan Zakiah Daradjat untuk melengkapai pendapat As-Syaibani bahwa dalam prinsip-prinsip kurikulum menawarkan hal-hal berikut :
a) Prinsip Relevansi; kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevan dengan kehidupan sekarang dan relevan untuk bekal pada masa yang dating.
b) Prinsip Efektifitas; baik efektifitas mengajar guru ataupun efektifitas belajar murid.
c) Prinsip Efisiensi; baik dalam segi waktu, tenaga dan biaya.
d) Prinsip Fleksibilitas; terdapat sebuah ruang gerak dalam bertindak baik yang berurusan dengan pemilihan program pendidikan maupun pengmbangan pembelajaran.
F. Karakteristik Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
1. Asal Usul Pondok Pesantren
Asal usul dan kapan persisnya munculnya pesantren di Indonesia sendiri belum bisa diketahui dengan pasti. Bahkan, peneliti tarekat dan tradisi Islam asal Belanda, Martin Van Bruinessen, menyatakan tidak mengetahui kapan lembaga tersebut muncul untuk pertama kalinya.Namun, memang banyak pihak yang menyebut –dengan berpijak pada pendapat sejarawan yang banyak mengamati kondisi masyarakat Jawa, Pigeud dan de Graaf– pesantren sudah ada semenjak abad ke-16.
Banyak dari kita yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kyainya, atau disisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitupula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik dan keagamaan.
Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Biasanya komplek pesantren dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi arus keluar masuknya santri. Dari aspek kepemimpinan pesantren kyai memegang kekuasaan yang hampir-hampir mutlak.
Pondok, Masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan lima elemen dasar yang dapat menjelaskan secara sederhana apa sesungguhnya hakikat pesantren. Mengapa pesantren dapat survive sampai hari ini Ketika lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional peserti pesantren di Dunia Islam tidak dapat bertahan menghadapi perubahan atau modernitas sistem pendidikannya. Secara implisit pertanyaan tadi mengisyaratkan bahwa ada tradisi lama yang hidup ditengah-tengah masyarakat Islam dalam segi-segi tertentu masih tetap relevan.
2. Pembelajaran di Pesantren
Pembelajaran yang dilaksanakan pada pesantren biasanya disebut dengan mengaji atau pengajian, secara umum pola pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren adalah :
a) Sistem Sorogan; cara-cara belajar yang diterapkan kepada santri yang masih memerlukan bimbingan individual yang dilakukan langsung berhadapan dengan sang guru atau kyai.
b) Sistem Bandongan; Metode belajar dengan menggunakan system ini merupakan metode utama system pendidikan pondok pesantren. Dalam model ini, kelompok santri bisa mencapai 5 sampai 1000 orang, atau bahkan lebih besar lagi jumlahnya, mendengarkan seorang kiai yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas kitab kuning/klasik. Setiap santri melihat kitabnya masing-masing untuk mencatat keterangan-keterangan yang disampaikan oleh Kyai yang dianggap rumit atau asing.
c) Sistem Musyawarah; System ini merupakan system yang dianggap sulit dalam melaksanakannya, maka dari itu biasanya yang mengikuti system ini hanyalah mereka yang telah menguasai kitab-kitab kuning/klasik dengan baik. Biasanya hanya diikuti oleh para ustadz atau santri senior yang sudah dianggap mampu dalam memahami kitab.
G. Karakteristik Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.
Berdasarkan dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa penggunaan istilah madrasah, sebagai lembaga pendidikan Islam maupun sebagai aliran atau mazhab bukanlah sejak awal perkembangan Islam, tetapi muncul setelah Islam berkembang luas dan telah menerima pengaruh dari luar sehingga terjadilah perkembangan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dengan berbagai macam aliran dan mazhabnya.
Pada awal perkembangan Islam, terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu kuttab yang mengajarkan cara menulis dan membaca al-Qur’an, serta dasar-dasar pokok ajaran Islam kepada anak-anak yang merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan masjid dijadikan sebagai tingkat pendidikan lanjutan pada masa itu yang hanya diikuti oleh orang-orang dewasa. Dari masjid-masjid ini, lahirlah ulama-ulama besar yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan Islam, dan dari sini pulalah timbulnya aliran-aliran atau mazhab-mazhab dalam berbagai ilmu pengetahuan, yang waktu itu dikenal dengan istilah madrasah. Kegiatan para ulama dalam mengembangkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Islam maju dengan pesatnya, bahkan dari satu periode ke periode berikutnya semakin meningkat.
Untuk menampung kegiatan khalaqah yang semakin banyak, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajaran dan bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan, maka dibangunlah ruangan-ruangan khusus untuk kegiatan khalaqah atau pengajian tersebut di sekitar masjid. Di samping dibangun pula asrama khusus untuk guru dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar setiap hari secara teratur, yang disebut dengan zawiyah atau madrasah yang pada mulanya hanya dibangun di sekitar masjid, tetapi pada perkembangan selanjutnya banyak dibangun secara sendiri.
Sistem pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern. Penilaian untuk kenaikan tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah bidang pengajaran.tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya sistem pondok mulai ditinggal, dan berdirilah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian pada tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah, di mana mata pelajaran hanya agama dengan penggunaan kitab-kitab bahasa arab.
Dalam upaya pemerintah untuk menyediakan guru-guru agama untuk sekolah dan guru-guru umum serta lembaga pendidikan lainnya pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI) di beberapa tempat. Berdirinya kedua jenis sekolah guru tersebut banyak manfaatnya bagi perkembangan dan pembinaan madrasah, karena kedua jenis sekolah guru ini, memberikan kesempatan bagi para alumni madrasah dengan persyaratan tertentu untuk memasukinya. Hal tersebut telah mendorong penyelenggaraan madrasah untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Pada alumni kedua jenis sekolah guru agama tersebut, diperbantukan pada madrasah-madrasah guna mempercepat proses pembinaan dan perkembangannya, menuju kepada pengintegrasian ke dalam sistem pendidikan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar